Historical cost jika dikaitkan dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan, tingkat keterandalan (reliability) tinggi, namun keberpautan (relevance)
rendah. Hal ini dikarenakan dasar dari pencatatan adalah bukti
transaksi yang telah terjadi di masa lalu. Transaksinya sudah terjadi
dan dapat dibuktikan, membuat keterandalan tinggi. Namun transaksi itu
terjadi di masa lalu sehingga keberpautan rendah. Jika dilihat secara
konseptual, akuntansi merupakan alat untuk ‘mengcapture‘
kejadian-kejadian ekonomik dalam suatu entitas dan melaporkannya dalam
laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa akuntansi diciptakan
sebagai alat pelaporan kejadian ekonomik historis.
Jika dibandingkan dengan historical cost, fair value tingkat keterandalan lebih rendah namun keberpautan tinggi. Hal ini dikarenakan fair value tidak
didasarkan pada keterjadian transaksi (transaksi belum terjadi) namun
berdasar pada nilai perusahaan saat ini jika transaksi dilakukan
(misalnya harga dalam jual beli mengikat, harga pasar aktif terkini,
harga pasar sejenis, atau berdasar model perhitungan yang dijustifikasi
oleh appraisal). Sehingga, karena transaksi tidak terjadi dan tidak ada
bukti transaksi, fair value tingkat keterandalannya lebih rendah. Namun, fair value menunjukkan nilai terkini sehingga keberpautan tinggi.
Fair value yang tidak berdasarkan pada transaksi yang terjadi, membuat patton & littleton menganggap bahwa fair value kurang
pas jika dijadikan sebagai alat ukur dalam laporan keuangan utama.
Namun, untuk menunjukkan seberapa bernilainya entitas saat ini, fair value dapat digunakan untuk melengkapi historical cost.
Dalam IFRS, fair value untuk aset merupakan sebuah pilihan metode pengukuran selainhistorical cost. Untuk instrumen keuangan tertentu, fair value merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan fair value bertujuan
untuk menunjukkan seberapa bernilainya aset/instrumen keuangan saat
ini. Sehingga untuk instrumen keuangan yang tujuan dari penyajiannya
lebih mengutamakan nilai jika saat ini dijual, atau pengguna laporan
keuangan lebih membutuhkan informasi mengenai seberapa bernilainya
instrumen keuangan tersebut, fair value lebih tepat untuk digunakan.
IFRS memberikan pilihan pengukuran karena penggunaan fair value bisa jadi akan melanggar constraint cost-benefit bagi entitas, yang mana cost penyajian laporan keuangan harus lebih kecil dari benefitnya. Fair value yang keterandalannya rendah, akan membutuhkan lebih banyak justifikasi (misalnya penggunaan appraisal), sehingga costnya juga akan lebih tinggi.
Pada praktiknya, entitas lebih banyak yang memilih tetap menggunakan historical costdaripada fair value.
Jika dikatakan bahwa IFRS = fair presentation, maka hal ini jauh tepat. Penyajian wajar merupakan salah satu karakteristik kualitatif yang diutamakan dalam IFRS. Fair value atauhistorical cost dapat dipilih dan digunakan, asalkan mencerminkan konsep fair presentation.
Sumber : http://farisahasniar.blogspot.com/2012/04/prinsip-historical-cost-vs-fair-value.html
0 komentar:
Post a Comment